Senin, 12 Maret 2012

MANAJEMEN MARKETING PERBANKAN SYARI'AH


A.     Pendahuluan
Dalam perkembangan industri perbankan syari’ah di Indonesia hingga saat ini menunjukkan semakin banyak industri perbankan yang ingin membuka bank yang sesuai dengan prinsip syari’ah. Ini dikarenakan perbankan syari’ah merupakan perbankan yang memiliki sistem yang berbeda dengan perbankan konvensional, dan memiliki potensi pasar yang cukup menjanjikan di masa yang akan datang.
Seiring dengan makin bertambahnya jumlah perbankan syari’ah yang beroperasi di Indonesia, jumlah dana yang berhasil dihimpun perbankan syari’ah juga terus bertambah. Pesatnya pertumbuhan dana masyarakat ini dipicu oleh beberapa faktor. Di samping karena kinerja bank syari’ah yang mengesankan, sistem bagi hasil yang ditawarkan perbankan syari’ah lebih stabil terhadap gejolak ekonomi makro. Di tengah terus menurunnya suku bunga perbankan konvensional, margin bagi hasil memberikan keuntungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan bunga yang ditawarkan perbankan konvensional. Hal ini terjadi karena sistem bagi hasil diberikan berdasarkan nisbah (perbandingan bagi hasil) keuntungan yang disepakati saat nasabah membuka rekening.
Tingginya tingkat bagi hasil yang ditawarkan perbankan syari’ah tidak terlepas dari besarnya tingkat pembiayaan syari’ah. Berbeda dengan perbankan konvensional yang fungsi intermediasinya dilakukan dengan mengucurkan kredit secara tunai, pada perbankan syari’ah konsep pembiayaan tidak dilakukan secara tunai tetapi dengan cara membiayai/mendanai langsung sejumlah kebutuhan yang diajukan debitur, baik pembelian barang maupun pendirian suatu usaha.
Dengan melihat berbagai peluang dan masalah yang muncul dalam perkembangan perbankan syari’ah, maka kami akan membahas lebih jauh mengenai konsep pemasaran yang ada di perbankan syari’ah pada saat ini dan bagaimana prosek pengembangan perbankan syari’ah di masa yang akan datang. Dengan ini diharapkan dapat membantu perkembangan perbankan syari’ah agar lebih baik lagi dalam menyusun skema atau strategi yang baru sehingga dapat unggul dan dapat menciptakan nilai dimata masyarakat.
B.     Definisi Pemasaran
Pemasaran berhubungan dan berkaitan dengan suatu proses mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu dari definisi pemasaran yang mudah dan ringkas adalah “memenuhi kebutuhan secara menguntungkan”.
Asosiasi pemasaran Amerika memberikan definisi formal yaitu “pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan separangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntunkan organisasi dan pemilik sahamnya”[1].
Kotler sendiri memberikan definisi bahwa “managemen pemasaran sebagai suatu seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkannya, menjaga dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggang yang unggul”[2].
Kotler dan AB. Santoso memberikan definisi pemasaran adalah suatu proses sosial dan managerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain”[3]. Definisi ini berdasarkan pada konsep inti; kebutuhan, keinginan, dan permintaan; produk; nilai, biaya, dan kepuasan; pertukaran, transaksi, dan hubungan; pasar; pemasaran dan pemasar.
Sehingga secara umum pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang merancang dan menawarkan sesuatu yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari pelanggan dalam rangka memberikan kepuasan yang optimal kepada elanggan.
C.     Konsep Pemasaran Syari’ah
Pemasaran syariah sendiri mnurut definisi adalah “suatu disiplin bisnis strategs yang sesuai dengan nilai dan prinsip syari’ah”[4]. Jadi pemasaran syariah dijalankan berdasarkan konsep keislaman yang diajarkan Rasulullah SAW., jadi nilai inti pemasaran syariah adalah integritas, dan transparansi, sehingga marketer tidak boleh bohong dan orang membeli karena butuh dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya atau iming-iming hadiah belaka.
Konsep pemasaran syari’ah sendiri sebenarnya tidak berbeda jauh dai konsep pemasaran yang kita kenal. Konsep pemasaran yang kita kenal sekaran, pemasaran adalah sebuah ilmu dan seni yang mengarah pada proses penciptaan, penyampaian, dan pengkomnikasian values kepada para konsumen serta menjaga hubungan dengan para stakeholdersnya.
D.    Prinsip dan Nilai-Nilai Pemasaran Syari’ah
Bahwa prinsip syari’ah itu sendiri sebenarnya mengacu pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin). Nilai-nilai inilah yang kemudian diaplikasikan dalam pengaturan perbankan syari’ah saat ini. Prinsip perbankan syari’ah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi Islam, dimana didalamnya diatur mengenai larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan dengan menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil (equity based financing).
Dengan prinsip bagi hasil, perbankan syari’ah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko yang timbul, sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank dan nasabahnya. Secara jangka panjang, konsep perbankan syari’ah ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga dirasakan oleh pengelola modal sebagai refleksi prinsip syari’ah dengan melihat sisi nilai-nilai keadilan.
Secara umum pemasaran syari’ah adalah sebuah disiplin lmu bisns strategi yang mengarahkan proses pnciptaan, penawaran, dan perubahan value dari inisiator kepada stake holdersnya yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip mu’amalah dalam islam. Artinya dalam pemasaran syariah, seluruh proses –baik proses penciptaan, proses penawaran, aupn proses perubahan nilai- tidak boleh ada yang bertentangan dengan prinsip syari’ah. Ada empat (4) karakteristik yang terdapat pada syari’ah marketing[5].
1.      Ketuhanan (rabbaniyah)
Jiwa seorang syariah marketer meyakini bahwa hukum-hukum syari’ah yang bersifat ketuhanan merupakan hukum yag paling adil, sehingga akan mematuhinya dalam setiap aktifitas pemasaran yang dilakukan.
2.      Etis (akhlaqiyyah)
Pemasaran syari’ah adalh konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilai-nilai moral dan etika tanpa peduli dari agama manapun, karena hal itu bersifat universal. Hal inilah merupakan kistimewaan dari syari’ah marketer. Yaitu mengedepankan masalah akhlak dalam seluruh kegiatannya.
3.      Realistis (al-waqi’iyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang eksklusif, fanatis, anti modernitas, dan kaku, melainkan konsep pemasaran yang fleksibel. Syari’ah marketer bukanlah berarti para pemasar itu harus berpenampilan ala bangsa arab dan mengharamkan dasi. Namun syariah marketer haruslah berpenampilan bersih, rapi dan bersahaja apapun model atau gaya berpakaian yang dikenakan.
4.      Humanisis (insaniyah)
Keistimewaan yang lain adalah sifat yang humanistis universal. Pemgertian humaniss adalah bahwa syari’ah diciptakan untuk manusia agar derajatnya terangkat, sifat kemanusiannya terjaga dan terpelihara, serta sifat-sifat kehewanannya dapat terkekang dengan panduan syari’ah.
Dalam beberapa referensi bahwasanya nilai-nilai yang diterapkan dalam pemasaran syari’ah yaitu bedasarkan konsep keteladana Rasulullah SAW., yaitu siddiq, amanah, fathanah, tabligh, dan istiqamah.
1.      Siddiq, artinya memiliki kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan, serta perbuatan berdasarkan ajarana Islam.
2.      Amanah, artinya memiliki ma’na tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dengan keterbukaan, kejujuran, pelayanan prima dan ihsan (berupaya menghasilkan yang terbaik) dalam segala hal.
3.      Fathanah, artinya mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala hal yang terjadi dalam tugas dan kewajiban. Fathanah berkaitan dengan kecerdasan, baik kecerdasan rasio, rasa, maupun kecerdasan ilahiyah.
4.      Tabligh, artinya mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam setiap gerak aktifitas ekonomi yang dilakuakan dalm sehari-hari. Tabligh yang disampaikan dengan hikmah, sabar, argumentatif, dan persuasif akan menumbuhkan hubungan kemanusian yang semakin solid dan kuat.
5.      Istiqamah, artinya konsisten. Yaitu istiqamah dalam penerapan aturan syari’ah.
E.     Perbandingan Pemasaran Syari’ah dan Pemasaran Konvensional
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa ada empat karakteristik yang terdapat dalam pemasaran syari’ah yaitu rabbaniyah, akhlaqiyah, al-waqi’iyah, dan insaniyah. Lalu apa yang membedakan antara pemasaran syariah dan pemasaran konvensional ? setidaknya ada beberapa hal yang dapat membedakan antara pemasaran syariah dan pemasaran konvensional.
1.      Konsep dan Filosofi Dasar
Perbedaan yang mendasar antara pemasaran syariah dan pemasaran konvensional adalh dari filosofi dasaryang melandasinya.pemasaran konvensional merupakan pemasaran yang yang bebas nilai dan tidak mendasarkan ke-Tuhanan dalam setiap aktivitas pemasarannya.
2.      Etika Pemasar
Seorang pemasar syari’ah sangat memegang teguh etika dalam melakukan pemasaran kepada calon konsumennya. Ia akan sangat menghindari memberikan janji bohong, ataupun terlalu melebih-lebihkan produk yang ditawarkan. Seorang pemasar syari’ah akan secara jujur menceritakan kelebihan dan kekurangan produk yang ditawarkannya. Hal ini merupakan praktik perniagaan yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW.
3.      Pendekatan terhadap Konsumen
Konsumen dalam pemasaran syari’ah diletakkan sebagai mitra sejajar, dimana baik perusahaan sebagai penjual prduk maupun konsumen sebagai pembeli produk berada pada posisi yang sama. Perusahaan tidak menganggap konsumen sebagai “sapi perah” untuk membeli produknya, namun perusahaan akan menjadikan konsumen sebagai mitra dalam pengembangan persahaan.
      Berbeda dalam pemasaran konvensional, konsumen diletakkan sebagai obyek untuk mencapai target penjualan semata. Konsumen dapat dirugikan karena ntara janji dan realitas seringkali berbeda. Perusahaan setelah mendapatkan target penjualan, akan tidak mempedulikan lagi konsumen yang telah membeli produknya tanpa memikirkan kekecewaan atas janji produk.
4.      Cara pandang terhadap Pesaing
Dalam industri perbankan syari’ah tidak menganggap pesaing sebagai pihak yang harus dikalahkan atau bahkan dimaikan. Tetapi konsepnya adalah agar setiap perusahaan mampu memacu dirinya untuk menjadi lebih baik tanpa harus menjatuhkan pesaingnya. Pesaing merupakan mitra kita dalam turut meyukseskan alikasi eknomi syari’ah di lapangan, dan bukan sebagai lawan yang harus dimatikan.
5.      Budaya Kerja dalam Institusi Bank Syari’ah
Perbankan syariah harus mempunyai budaya kerja yang berbeda dari perbankan konvensional, sehingga mampu menjadi suatu keunggulan yang dapat sebagai nilai tambah dipandang masyarakat. Budaya kerja yang harus dikembangkan adalah sebagaiman budaya kerja yang diteladani Rasulullah SAW., yaitu siddiq, amanah, tabligh, fathanah.
F.      Manajemen Pemasaran Perbankan Syari’ah
1.      Marketing Mix
Dalam ilmu marketing kita mengenal konsep klasik Marketing Mix (bauran pemasaran) untuk melakukan penetrasi pasar. Bauran pemasaran adalah “perangkat alat pemasaran  faktor yang dapat dikendalikan yang dipasdukan oleh perusahaan unuk menghasilkan respon yang diinginkan dalam pasar sasaran”[6].
Sedangkan menurut saladin Marketing Mix adalah “serangkaian dari varabel pemasaran yang dapat dikuasai oleh perusahaan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran”[7].
Faktor yang dapat dikendalikan dalam marketing mix terdiri atas Product (Produk), Price (Harga), Place (Tempat atau Saluran Distribusi), dan Promotion (Promosi), yang dalam perkembangannya kini, telah mengalami penambahan lagi menjadi: People (Orang), Phisical Evidence (Bukti Fisik), dan Process (Proses).
a.       Product (Produk), sama halnya dengan perbankan konvensional, produk yang dihasilkan dalam perbankan syari’ah bukan berupa barang, melainkan berupa jasa. Ciri khas jasa yang dihasilkan haruslah mengacu kepada nilai-nilai syari’ah atau yang diperbolehkan dalam Al-Quran, namun agar bisa lebih menarik minat konsumen terhadap jasa perbankan yang dihasilkan, maka produk tersebut harus tetap melakukan strategi “differensiasi” atau “diversifikasi” agar mereka mau beralih dan mulai menggunakan jasa perbankan syari’ah.
b.      Price (Harga), merupakan satu-satunya elemen pendapatan dalam marketing mix. Menentukan harga jual produk berupa jasa yang ditawarkan dalam perbankan syari’ah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menarik minat nasabah. Menterjemahkan pengertian harga dalam perbankan syari’ah bisa dianalogikan dengan melihat seberapa besar pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan sebuah manfaat dalam bentuk jasa yang setimpal atas pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh konsumen tersebut.
c.       Place (Tempat atau Saluran Distribusi), melakukan penetrasi pasar perbankan syari’ah yang baik tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh tempat atau saluran distribusi yang baik pula, untuk menjual jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Menyebarkan unit pelayanan perbankan syari’ah hingga kepelosok daerah adalah sebuah keharusan jika ingin melakukan penetrasi pasar dengan baik. Dibutuhkan modal yang tidak sedikit memang jika harus dilakukan secara serentak atau bersamaan.
d.      Promotion (Promosi), juga akan menjadi salah satu faktor pendukung kesuksesan perbankan syari’ah. Dalam marketing, efektivitas sebuah iklan seringkali digunakan untuk menanamkan “brand image” atau agar lebih dikenal keberadaannya. Ketika “brand image” sudah tertanam dibenak masyarakat umum, maka menjual sebuah produk, baik itu dalam bentuk barang maupun jasa akan terasa menjadi jauh lebih mudah.
e.       People (Orang), bisa kita interpretasikan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dari perbankan syari’ah itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan berhubungan dengan nasabah (customer), SDM ini sendiri juga akan sangat berkorelasi dengan tingkat kepuasan para pelanggan perbankan syari’ah.
f.        Process (Proses), bagaimana proses atau mekanisme, mulai dari melakukan penawaran produk hingga proses menangani keluhan pelanggan perbankan syari’ah yang efektif dan efisien, perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Proses ini akan menjadi salah satu bagian yang sangat penting bagi perkembangan perbankan syari’ah agar dapat menghasilkan produk berupa jasa yang prosesnya bisa berjalan efektif dan efisien, selain itu tentunya juga bisa diterima dengan baik oleh nasabah perbankan syari’ah.
g.       Phisical Evidence (Bukti Fisik), cara dan bentuk pelayanan kepada nasabah perbankan syari’ah ini juga merupakan bukti nyata yang seharusnya bisa dirasakan atau dianggap sebagai bukti fisik (phisical evidence) bagi para nasabahnya, yang suatu hari nanti diharapkan akan memberikan sebuah testimonial positif kepada mayarakat umum guna mendukung percepatan perkembangan perbankan syari’ah menuju arah yang lebih baik lagi dari saat ini.
2.      Strategi Pemasaran Perbankan Syari’ah
Tingginya potensi nasabah dengan rendahnya persepsi masyarakat terhadap syari’ah menunjukkan minimnya informasi syariah di masyarakat. Strategi yang dapat dilakukan oleh perbankan syari’ah adalah: strategi pertama yang harus ditempuh perbankan syari’ah adalah komunikasi eksternal baik dalam rangka edukasi prinsip syari’ah maupun produk-produk yang ditawarkan.
Strategi kedua adalah menciptakan efisiensi melalui inovasi produk dan inovasi proses. Tidak seperti perbankan konvensional yang didukung oleh banyak instrumen keuangan, produk-produk syari’ah cenderung terbatas mengingat belum lengkapnya instrumen keuangan syari’ah. Dengan diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah semakin memperkuat basis perbankan syari’ah di Indonesia. Payung hukum ini juga bisa digunakan oleh perbankan syari’ah untuk mensejajarkan diri dengan perbankan konvensional di Indonesia. Maka produk-produk atau instrumen-instrumen yang ditawarkan perbankan syari’ah akan lebih meyakinkan.
Tingginya margin bagi hasil yang ditawarkan saat ini (relatif terhadap bunga perbankan konvensional) menjadikan perbankan syari’ah cenderung mengalami excess funding. Untuk itu perlu dilakukan inovasi produk pembiayaan dengan skim yang menarik untuk menjaga agar tingkat bagi hasil yang ditawarkan tetap bersaing. Inovasi proses untuk efisiensi dapat dilakukan dengan cara menyederhanakan adopsi proses kredit perbankan konvensional untuk proses pembiayaan perbankan syari’ah. Sistem referensi cross-selling dan sistem skoring pada kredit perbankan konvensional merupakan beberapa inovasi yang dapat ditiru perbankan syari’ah.
Perbankan syari’ah juga tidak dapat menghindari timbulnya risiko pembiayaan. Hal tersebut terjadi ketika bank tidak dapat memperoleh kembali sebagian atau seluruh pembiayaan yang disalurkan atau investasi yang sedang dilakukannya. Risiko pembiayaan dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas perbankan syari’ah. Hal ini disebabkan ketika tingkat jumlah pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) menjadi besar, semakin besar pula jumlah kebutuhan biaya penyisihan penghapusan pembiayaan yang berpengaruh terhadap kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan. Maka dari itu pembiayaan dan investasi yang disalurkan harus dijaga serta dikelola dengan hati-hati (Prudential) agar tidak menjadi pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Financing).
Strategi berikutnya adalah megembangkan budaya syari’ah sebagai salah satu usaha menuju good corporate governance. Diperlukan komitmen yang kuat untuk menciptakan budaya syari’ah yang berbeda dengan budaya perbankan konvensional.
3.      Pencapaian Target Perbankan Syari’ah
Berdasarkan cetak biru (blue print) pengembangan perbankan syari’ah Indonesia, diharapkan pada tahun 2009 ini, peningkatan aset bisa mencapai 7%, dan ditahun 2015 mendatang diharapkan akan mencapai angka 15% dari total aset perbankan nasional. Dengan melihat fakta yang ada saat ini, harapan pencapaian angka-angka tersebut dari tahun ke tahun cukup meragukan, hal ini mengingat target untuk tahun 2008 saja yang bisa kita lihat melalui Laporan Perkembangan Perbankan Syari’ah (LPPS) tahun 2008, pangsa pasarnya hanya berhasil dicapai sekitar 2,14% dari total aset perbankan nasional, atau hanya separuhnya dari target yang diharapkan sebesar 5% dalam cetak biru (blue print) pengembangan perbankan syari’ah Indonesia. Butuh waktu yang lama dan kerja keras, jika perbankan syari’ah ingin mencapai target-target tersebut sehingga bisa mensejajarkan diri dengan perbankan konvensional. Ada banyak hal yang harus dibenahi, baik itu secara internal maupun eksternal.
4.      Segmentasi Pasar dan Posisi Perbankan Syari’ah
Dalam teori pemasaran segmentasi pasar adalah tindakan membagi pasar kedalam kelompok-kelompok pembeli yang terpisah-pisah dengan kebutuhan dan tanggapan yang berbeda. Prosedur segmentasi pasar terdiri dari tiga tahap:
a.       Tahap survei, priset menyelenggarakan wawancara dan memusatkan perhatian pada kelompok untuk memperoleh pandangan terhadap motivasi konsumen, sikap, dan perilaku. Sehingga dapat mengumpulkan data mengenai sifat dan peringkat kepentingan mereka, kesadaran merk dan peringkat merek, pola penggunaan produk, sikap terhadap golongan produk, demografi, psikografi, dan mediagrafi dari responden.
b.      Tahap analisis, priset menggunakan analisis faktor pada data untuk membuang variabel yang berkolerasi tinggi. Kemudian menggunakan analisis kelompok untuk menghasilkan penetapan jumlah segmen maksimum.
c.       Tahap pembentukan, Andreasen dan Belk menemukan enam segmen pasar : orang yang pasif tinggal dirumah, orang yang aktif dan penggemar olahraga, orang yang berkecukupan dan mempunyai kontrol diri, pendukung kebudayaan, orang yang aktif dan senang tinggal dirumah, dan orang yang aktif dalam kegiatan sosial.
Selanjutnya perusahaan harus menetapkan sasaran segmen pasar yang terbaik. Perusahaan pertama-tama harus mengevaluasi potensi laba masing-masing segmen, di mana merupakan fungsi segmen ukuran dan pertumbuhan, segmen daya tarik struktural, serta tujuan dan sumber daya perusahaan. Kemudian perusahaan harus memutuskan berapa banyak segmen yang akan dilayani. Perusahaan dapat mengabaikan perbedaan-perbedaan segmen (pemasaran yang tidak terdiferensiasi), mengembangkan penawaran pasar yang berbeda untuk beberapa segmen (pasar yang terdiferensiasi), atau mengejar satu atau beberapa segmen pasar (pemasaran yang terpusat). Dalam memilih segmen sasaran, pemasar harus mempertimbangkan hubungan timbal balik dan rencana penyerangan segmen yang potensial.
Jika kita melihat posisi dari beberapa tahun terakhir bahwa perbankan syari’ah telah menjadi perbankan yang berfungsi sebagai intermediasi bagi usaha-usaha riil. Prospek tersebut bisa berjalan jika didukung beberapa faktor mikro dan makro yang dapat mempercepat pengembangan perbankan syari’ah.
Dengan disahkannya UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah maka dapat memperkokoh posisi perbankan syari’ah. Kemudian dengan didukung dengan fatwa MUI mengenai beberapa produk akad juga memperkuat posisi perbankan syari’ah. Dengan dikeluarkannya fatwa haram bunga bank oleh MUI maka akan merubah paradigma masyarakat dan akan meningkatkan jumlah nasabah bank syariah. Sementara itu Bank Indonesia selaku otoritas moneter harus lebih memberi keleluasaan kepada perbankan syari’ah agar dapat terjangkau di seluruh Indonesia.
G.    Kesimpulan
Seiring dengan perkembangan perbankan syari’ah kedepan diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Perbankan syari’ah sebagai sarana intermediasi dibidang investasi dan bisnis harus menciptakan pengaruh yang positif bagi pengembangan dunia usaha.
Dari posisi yang dimiliki oleh perbankan syari’ah saat ini membuat peranan perbankan syari’ah dalam pembangunan ekonomi Nasional semakin diperlukan dikarenakan untuk : menjadi perekat Nasionalisme baru. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Mendorong pemerataan pendapatan. Dan uswatun hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha perbankan.
Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh perbankan syari’ah dalam memajukan industri perbankan :
Strategi pertama yang harus ditempuh bank syari’ah adalah komunikasi eksternal baik dalam rangka edukasi prinsip syari’ah maupun produk-produk yang ditawarkan. Strategi kedua adalah menciptakan efisiensi melalui inovasi produk dan inovasi proses. Strategi berikutnya adalah megembangkan budaya syari’ah sebagai salah satu usaha menuju good corporate governance.
H.    Daftar Pustaka
Al Arif, M. Nur Riyanto, dasar-dasar Pemasaran Perbankan Syari’ah, Bandung : Alfabeta, 2010.
Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Jakarta: Salemba Empat, 1994.


[1] Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Jakarta: Salemba Empat, 1994, hal 8
[2] Ibid, hal 8
[3] Philip Kotler dan AB. Santoso, Manajemen Pemasaran di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2000, hal. 7
[4] M. Nur Riyanto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Perbankan Syari’ah, Bandung : Alfabeta, 2010, hal. 20
[5] M. Nur Riyanto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Perbankan Syari’ah, Bandung : Alfabeta, 2010, hal. 22
[6] Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, hal. 15
[7] Djaslim saladin, Dasar-dasar Pemasaran Bank, Bandung : Linda Karya, 2003, hal. 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar