A. Pendahuluan
Dalam perkembangan
industri perbankan syari’ah di Indonesia hingga saat ini menunjukkan semakin
banyak industri perbankan yang ingin membuka bank yang sesuai dengan prinsip
syari’ah. Ini dikarenakan perbankan syari’ah merupakan perbankan yang memiliki
sistem yang berbeda dengan perbankan konvensional, dan memiliki potensi pasar
yang cukup menjanjikan di masa yang akan datang.
Seiring dengan makin
bertambahnya jumlah perbankan syari’ah yang beroperasi di Indonesia, jumlah
dana yang berhasil dihimpun perbankan syari’ah juga terus bertambah. Pesatnya
pertumbuhan dana masyarakat ini dipicu oleh beberapa faktor. Di samping karena
kinerja bank syari’ah yang mengesankan, sistem bagi hasil yang ditawarkan
perbankan syari’ah lebih stabil terhadap gejolak ekonomi makro. Di tengah terus
menurunnya suku bunga perbankan konvensional, margin bagi hasil memberikan
keuntungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan bunga yang ditawarkan
perbankan konvensional. Hal ini terjadi karena sistem bagi hasil diberikan
berdasarkan nisbah (perbandingan bagi hasil) keuntungan yang disepakati saat
nasabah membuka rekening.
Tingginya tingkat
bagi hasil yang ditawarkan perbankan syari’ah tidak terlepas dari besarnya
tingkat pembiayaan syari’ah. Berbeda dengan perbankan konvensional yang fungsi
intermediasinya dilakukan dengan mengucurkan kredit secara tunai, pada
perbankan syari’ah konsep pembiayaan tidak dilakukan secara tunai tetapi dengan
cara membiayai/mendanai langsung sejumlah kebutuhan yang diajukan debitur, baik
pembelian barang maupun pendirian suatu usaha.
Dengan melihat berbagai peluang dan masalah yang muncul dalam
perkembangan perbankan syari’ah, maka kami akan membahas lebih jauh mengenai
konsep pemasaran yang ada di perbankan syari’ah pada saat ini dan bagaimana
prosek pengembangan perbankan syari’ah di masa yang akan datang. Dengan ini
diharapkan dapat membantu perkembangan perbankan syari’ah agar lebih baik lagi
dalam menyusun skema atau strategi yang baru sehingga dapat unggul dan dapat
menciptakan nilai dimata masyarakat.
B.
Definisi Pemasaran
Pemasaran
berhubungan dan berkaitan dengan suatu proses mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu dari definisi pemasaran yang mudah
dan ringkas adalah “memenuhi kebutuhan secara menguntungkan”.
Asosiasi pemasaran
Amerika memberikan definisi formal yaitu “pemasaran adalah satu fungsi
organisasi dan separangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan
menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara
yang menguntunkan organisasi dan pemilik sahamnya”[1].
Kotler sendiri
memberikan definisi bahwa “managemen pemasaran sebagai suatu seni dan ilmu
memilih pasar sasaran dan mendapatkannya, menjaga dan menumbuhkan pelanggan
dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggang yang
unggul”[2].
Kotler dan AB.
Santoso memberikan definisi pemasaran adalah suatu proses sosial dan managerial
dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan
menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain”[3]. Definisi
ini berdasarkan pada konsep inti; kebutuhan, keinginan, dan permintaan; produk;
nilai, biaya, dan kepuasan; pertukaran, transaksi, dan hubungan; pasar;
pemasaran dan pemasar.
Sehingga secara umum
pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang merancang dan
menawarkan sesuatu yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari pelanggan dalam
rangka memberikan kepuasan yang optimal kepada elanggan.
C.
Konsep Pemasaran Syari’ah
Pemasaran syariah
sendiri mnurut definisi adalah “suatu disiplin bisnis strategs yang sesuai
dengan nilai dan prinsip syari’ah”[4]. Jadi
pemasaran syariah dijalankan berdasarkan konsep keislaman yang diajarkan
Rasulullah SAW., jadi nilai inti pemasaran syariah adalah integritas, dan
transparansi, sehingga marketer tidak boleh bohong dan orang membeli karena
butuh dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya atau
iming-iming hadiah belaka.
Konsep pemasaran
syari’ah sendiri sebenarnya tidak berbeda jauh dai konsep pemasaran yang kita
kenal. Konsep pemasaran yang kita kenal sekaran, pemasaran adalah sebuah ilmu
dan seni yang mengarah pada proses penciptaan, penyampaian, dan pengkomnikasian
values kepada para konsumen serta menjaga hubungan dengan para stakeholdersnya.
D.
Prinsip dan Nilai-Nilai Pemasaran Syari’ah
Bahwa prinsip
syari’ah itu sendiri sebenarnya mengacu pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan,
keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin). Nilai-nilai
inilah yang kemudian diaplikasikan dalam pengaturan perbankan syari’ah saat
ini. Prinsip perbankan syari’ah merupakan bagian dari ajaran Islam yang
berkaitan dengan ekonomi Islam, dimana didalamnya diatur mengenai larangan riba
dalam berbagai bentuknya, dan dengan menggunakan sistem antara lain prinsip
bagi hasil (equity based financing).
Dengan prinsip bagi
hasil, perbankan syari’ah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil
karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko
yang timbul, sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank dan
nasabahnya. Secara jangka panjang, konsep perbankan syari’ah ini akan mendorong
pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak hanya dinikmati oleh
pemilik modal saja, tetapi juga dirasakan oleh pengelola modal sebagai refleksi
prinsip syari’ah dengan melihat sisi nilai-nilai keadilan.
Secara umum pemasaran syari’ah adalah sebuah disiplin lmu bisns strategi
yang mengarahkan proses pnciptaan, penawaran, dan perubahan value dari
inisiator kepada stake holdersnya yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai
dengan akad dan prinsip-prinsip mu’amalah dalam islam. Artinya dalam pemasaran
syariah, seluruh proses –baik proses penciptaan, proses penawaran, aupn proses
perubahan nilai- tidak boleh ada yang bertentangan dengan prinsip syari’ah. Ada
empat (4) karakteristik yang terdapat pada syari’ah marketing[5].
1.
Ketuhanan (rabbaniyah)
Jiwa seorang syariah marketer meyakini bahwa hukum-hukum syari’ah yang
bersifat ketuhanan merupakan hukum yag paling adil, sehingga akan mematuhinya
dalam setiap aktifitas pemasaran yang dilakukan.
2.
Etis (akhlaqiyyah)
Pemasaran syari’ah adalh konsep pemasaran yang sangat mengedepankan
nilai-nilai moral dan etika tanpa peduli dari agama manapun, karena hal itu
bersifat universal. Hal inilah merupakan kistimewaan dari syari’ah marketer.
Yaitu mengedepankan masalah akhlak dalam seluruh kegiatannya.
3.
Realistis (al-waqi’iyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang eksklusif, fanatis, anti
modernitas, dan kaku, melainkan konsep pemasaran yang fleksibel. Syari’ah
marketer bukanlah berarti para pemasar itu harus berpenampilan ala bangsa arab
dan mengharamkan dasi. Namun syariah marketer haruslah berpenampilan bersih,
rapi dan bersahaja apapun model atau gaya berpakaian yang dikenakan.
4.
Humanisis (insaniyah)
Keistimewaan yang lain adalah sifat yang humanistis universal. Pemgertian
humaniss adalah bahwa syari’ah diciptakan untuk manusia agar derajatnya
terangkat, sifat kemanusiannya terjaga dan terpelihara, serta sifat-sifat
kehewanannya dapat terkekang dengan panduan syari’ah.
Dalam beberapa referensi bahwasanya nilai-nilai yang diterapkan dalam
pemasaran syari’ah yaitu bedasarkan konsep keteladana Rasulullah SAW., yaitu siddiq,
amanah, fathanah, tabligh, dan istiqamah.
1.
Siddiq, artinya memiliki kejujuran dan selalu
melandasi ucapan, keyakinan, serta perbuatan berdasarkan ajarana Islam.
2.
Amanah, artinya memiliki ma’na tanggung jawab
dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dengan
keterbukaan, kejujuran, pelayanan prima dan ihsan (berupaya menghasilkan
yang terbaik) dalam segala hal.
3.
Fathanah, artinya mengerti, memahami, dan
menghayati secara mendalam segala hal yang terjadi dalam tugas dan kewajiban. Fathanah
berkaitan dengan kecerdasan, baik kecerdasan rasio, rasa, maupun kecerdasan
ilahiyah.
4.
Tabligh, artinya mengajak sekaligus memberikan
contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam
dalam setiap gerak aktifitas ekonomi yang dilakuakan dalm sehari-hari. Tabligh
yang disampaikan dengan hikmah, sabar, argumentatif, dan persuasif akan
menumbuhkan hubungan kemanusian yang semakin solid dan kuat.
5.
Istiqamah, artinya konsisten. Yaitu istiqamah
dalam penerapan aturan syari’ah.
E.
Perbandingan Pemasaran Syari’ah dan Pemasaran
Konvensional
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa ada
empat karakteristik yang terdapat dalam pemasaran syari’ah yaitu rabbaniyah,
akhlaqiyah, al-waqi’iyah, dan insaniyah. Lalu apa yang membedakan antara
pemasaran syariah dan pemasaran konvensional ? setidaknya ada beberapa hal yang
dapat membedakan antara pemasaran syariah dan pemasaran konvensional.
1.
Konsep
dan Filosofi Dasar
Perbedaan yang mendasar antara pemasaran
syariah dan pemasaran konvensional adalh dari filosofi dasaryang
melandasinya.pemasaran konvensional merupakan pemasaran yang yang bebas nilai dan
tidak mendasarkan ke-Tuhanan dalam setiap aktivitas pemasarannya.
2.
Etika
Pemasar
Seorang pemasar syari’ah sangat memegang
teguh etika dalam melakukan pemasaran kepada calon konsumennya. Ia akan sangat
menghindari memberikan janji bohong, ataupun terlalu melebih-lebihkan produk
yang ditawarkan. Seorang pemasar syari’ah akan secara jujur menceritakan
kelebihan dan kekurangan produk yang ditawarkannya. Hal ini merupakan praktik
perniagaan yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW.
3.
Pendekatan
terhadap Konsumen
Konsumen dalam pemasaran syari’ah diletakkan
sebagai mitra sejajar, dimana baik perusahaan sebagai penjual prduk maupun
konsumen sebagai pembeli produk berada pada posisi yang sama. Perusahaan tidak
menganggap konsumen sebagai “sapi perah” untuk membeli produknya, namun
perusahaan akan menjadikan konsumen sebagai mitra dalam pengembangan persahaan.
Berbeda
dalam pemasaran konvensional, konsumen diletakkan sebagai obyek untuk mencapai
target penjualan semata. Konsumen dapat dirugikan karena ntara janji dan
realitas seringkali berbeda. Perusahaan setelah mendapatkan target penjualan,
akan tidak mempedulikan lagi konsumen yang telah membeli produknya tanpa
memikirkan kekecewaan atas janji produk.
4.
Cara
pandang terhadap Pesaing
Dalam industri perbankan syari’ah tidak
menganggap pesaing sebagai pihak yang harus dikalahkan atau bahkan dimaikan.
Tetapi konsepnya adalah agar setiap perusahaan mampu memacu dirinya untuk
menjadi lebih baik tanpa harus menjatuhkan pesaingnya. Pesaing merupakan mitra
kita dalam turut meyukseskan alikasi eknomi syari’ah di lapangan, dan bukan
sebagai lawan yang harus dimatikan.
5.
Budaya
Kerja dalam Institusi Bank Syari’ah
Perbankan syariah harus mempunyai budaya
kerja yang berbeda dari perbankan konvensional, sehingga mampu menjadi suatu keunggulan
yang dapat sebagai nilai tambah dipandang masyarakat. Budaya kerja yang harus
dikembangkan adalah sebagaiman budaya kerja yang diteladani Rasulullah SAW.,
yaitu siddiq, amanah, tabligh, fathanah.
F.
Manajemen Pemasaran Perbankan Syari’ah
1. Marketing
Mix
Dalam
ilmu marketing kita mengenal konsep klasik Marketing Mix (bauran
pemasaran) untuk melakukan penetrasi pasar. Bauran pemasaran adalah “perangkat
alat pemasaran faktor yang dapat
dikendalikan yang dipasdukan oleh perusahaan unuk menghasilkan respon yang
diinginkan dalam pasar sasaran”[6].
Sedangkan
menurut saladin Marketing Mix adalah “serangkaian dari varabel pemasaran yang
dapat dikuasai oleh perusahaan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar
sasaran”[7].
Faktor
yang dapat dikendalikan dalam marketing mix terdiri atas Product (Produk),
Price (Harga), Place (Tempat atau Saluran Distribusi), dan Promotion
(Promosi), yang dalam perkembangannya kini, telah mengalami penambahan lagi
menjadi: People (Orang), Phisical Evidence (Bukti Fisik), dan Process
(Proses).
a. Product
(Produk), sama halnya dengan perbankan konvensional, produk yang dihasilkan
dalam perbankan syari’ah bukan berupa barang, melainkan berupa jasa. Ciri khas
jasa yang dihasilkan haruslah mengacu kepada nilai-nilai syari’ah atau yang
diperbolehkan dalam Al-Quran, namun agar bisa lebih menarik minat konsumen terhadap
jasa perbankan yang dihasilkan, maka produk tersebut harus tetap melakukan
strategi “differensiasi” atau “diversifikasi” agar mereka mau beralih dan mulai
menggunakan jasa perbankan syari’ah.
b. Price
(Harga), merupakan satu-satunya elemen pendapatan dalam marketing mix.
Menentukan harga jual produk berupa jasa yang ditawarkan dalam perbankan
syari’ah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menarik minat nasabah.
Menterjemahkan pengertian harga dalam perbankan syari’ah bisa dianalogikan
dengan melihat seberapa besar pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen untuk
mendapatkan sebuah manfaat dalam bentuk jasa yang setimpal atas pengorbanan
yang telah dikeluarkan oleh konsumen tersebut.
c. Place
(Tempat atau Saluran Distribusi), melakukan penetrasi pasar perbankan
syari’ah yang baik tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh tempat atau
saluran distribusi yang baik pula, untuk menjual jasa yang ditawarkan kepada
konsumen. Menyebarkan unit pelayanan perbankan syari’ah hingga kepelosok daerah
adalah sebuah keharusan jika ingin melakukan penetrasi pasar dengan baik.
Dibutuhkan modal yang tidak sedikit memang jika harus dilakukan secara serentak
atau bersamaan.
d. Promotion
(Promosi), juga akan menjadi salah satu faktor pendukung kesuksesan perbankan
syari’ah. Dalam marketing, efektivitas sebuah iklan seringkali digunakan untuk
menanamkan “brand image” atau agar lebih dikenal keberadaannya. Ketika “brand
image” sudah tertanam dibenak masyarakat umum, maka menjual sebuah produk,
baik itu dalam bentuk barang maupun jasa akan terasa menjadi jauh lebih mudah.
e. People
(Orang), bisa kita interpretasikan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dari
perbankan syari’ah itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung yang
akan berhubungan dengan nasabah (customer), SDM ini sendiri juga akan
sangat berkorelasi dengan tingkat kepuasan para pelanggan perbankan syari’ah.
f.
Process (Proses), bagaimana proses atau mekanisme,
mulai dari melakukan penawaran produk hingga proses menangani keluhan pelanggan
perbankan syari’ah yang efektif dan efisien, perlu dikembangkan dan
ditingkatkan. Proses ini akan menjadi salah satu bagian yang sangat penting
bagi perkembangan perbankan syari’ah agar dapat menghasilkan produk berupa jasa
yang prosesnya bisa berjalan efektif dan efisien, selain itu tentunya juga bisa
diterima dengan baik oleh nasabah perbankan syari’ah.
g. Phisical
Evidence (Bukti Fisik), cara dan bentuk pelayanan kepada nasabah perbankan
syari’ah ini juga merupakan bukti nyata yang seharusnya bisa dirasakan atau
dianggap sebagai bukti fisik (phisical evidence) bagi para
nasabahnya, yang suatu hari nanti diharapkan akan memberikan sebuah testimonial
positif kepada mayarakat umum guna mendukung percepatan perkembangan perbankan
syari’ah menuju arah yang lebih baik lagi dari saat ini.
2. Strategi
Pemasaran Perbankan Syari’ah
Tingginya
potensi nasabah dengan rendahnya persepsi masyarakat terhadap syari’ah
menunjukkan minimnya informasi syariah di masyarakat. Strategi yang dapat
dilakukan oleh perbankan syari’ah adalah: strategi pertama yang harus ditempuh
perbankan syari’ah adalah komunikasi eksternal baik dalam rangka edukasi
prinsip syari’ah maupun produk-produk yang ditawarkan.
Strategi
kedua adalah menciptakan efisiensi melalui inovasi produk dan inovasi proses.
Tidak seperti perbankan konvensional yang didukung oleh banyak instrumen
keuangan, produk-produk syari’ah cenderung terbatas mengingat belum lengkapnya
instrumen keuangan syari’ah. Dengan diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syari’ah semakin memperkuat basis perbankan syari’ah di Indonesia.
Payung hukum ini juga bisa digunakan oleh perbankan syari’ah untuk
mensejajarkan diri dengan perbankan konvensional di Indonesia. Maka
produk-produk atau instrumen-instrumen yang ditawarkan perbankan syari’ah akan
lebih meyakinkan.
Tingginya
margin bagi hasil yang ditawarkan saat ini (relatif terhadap bunga perbankan
konvensional) menjadikan perbankan syari’ah cenderung mengalami excess
funding. Untuk itu perlu dilakukan inovasi produk pembiayaan dengan skim
yang menarik untuk menjaga agar tingkat bagi hasil yang ditawarkan tetap
bersaing. Inovasi proses untuk efisiensi dapat dilakukan dengan cara
menyederhanakan adopsi proses kredit perbankan konvensional untuk proses
pembiayaan perbankan syari’ah. Sistem referensi cross-selling dan sistem
skoring pada kredit perbankan konvensional merupakan beberapa inovasi yang
dapat ditiru perbankan syari’ah.
Perbankan
syari’ah juga tidak dapat menghindari timbulnya risiko pembiayaan. Hal tersebut
terjadi ketika bank tidak dapat memperoleh kembali sebagian atau seluruh
pembiayaan yang disalurkan atau investasi yang sedang dilakukannya. Risiko
pembiayaan dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas perbankan syari’ah. Hal
ini disebabkan ketika tingkat jumlah pembiayaan bermasalah (Non Performing
Financing) menjadi besar, semakin besar pula jumlah kebutuhan biaya
penyisihan penghapusan pembiayaan yang berpengaruh terhadap kemampuan bank
untuk menghasilkan keuntungan. Maka dari itu pembiayaan dan investasi yang
disalurkan harus dijaga serta dikelola dengan hati-hati (Prudential) agar
tidak menjadi pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Financing).
Strategi
berikutnya adalah megembangkan budaya syari’ah sebagai salah satu usaha menuju good
corporate governance. Diperlukan komitmen yang kuat untuk menciptakan
budaya syari’ah yang berbeda dengan budaya perbankan konvensional.
3. Pencapaian
Target Perbankan Syari’ah
Berdasarkan
cetak biru (blue print) pengembangan perbankan syari’ah Indonesia,
diharapkan pada tahun 2009 ini, peningkatan aset bisa mencapai 7%, dan ditahun
2015 mendatang diharapkan akan mencapai angka 15% dari total aset perbankan
nasional. Dengan melihat fakta yang ada saat ini, harapan pencapaian
angka-angka tersebut dari tahun ke tahun cukup meragukan, hal ini mengingat
target untuk tahun 2008 saja yang bisa kita lihat melalui Laporan Perkembangan
Perbankan Syari’ah (LPPS) tahun 2008, pangsa pasarnya hanya berhasil dicapai
sekitar 2,14% dari total aset perbankan nasional, atau hanya separuhnya dari
target yang diharapkan sebesar 5% dalam cetak biru (blue print)
pengembangan perbankan syari’ah Indonesia. Butuh waktu yang lama dan kerja
keras, jika perbankan syari’ah ingin mencapai target-target tersebut sehingga
bisa mensejajarkan diri dengan perbankan konvensional. Ada banyak hal yang
harus dibenahi, baik itu secara internal maupun eksternal.
4. Segmentasi
Pasar dan Posisi Perbankan Syari’ah
Dalam
teori pemasaran segmentasi pasar adalah tindakan membagi pasar kedalam
kelompok-kelompok pembeli yang terpisah-pisah dengan kebutuhan dan tanggapan
yang berbeda. Prosedur segmentasi pasar terdiri dari tiga tahap:
a.
Tahap survei, priset menyelenggarakan wawancara dan
memusatkan perhatian pada kelompok untuk memperoleh pandangan terhadap motivasi
konsumen, sikap, dan perilaku. Sehingga dapat mengumpulkan data mengenai sifat
dan peringkat kepentingan mereka, kesadaran merk dan peringkat merek, pola
penggunaan produk, sikap terhadap golongan produk, demografi, psikografi, dan
mediagrafi dari responden.
b.
Tahap analisis, priset menggunakan analisis faktor pada
data untuk membuang variabel yang berkolerasi tinggi. Kemudian menggunakan
analisis kelompok untuk menghasilkan penetapan jumlah segmen maksimum.
c.
Tahap pembentukan, Andreasen dan Belk menemukan enam
segmen pasar : orang yang pasif tinggal dirumah, orang yang aktif dan penggemar
olahraga, orang yang berkecukupan dan mempunyai kontrol diri, pendukung
kebudayaan, orang yang aktif dan senang tinggal dirumah, dan orang yang aktif
dalam kegiatan sosial.
Selanjutnya
perusahaan harus menetapkan sasaran segmen pasar yang terbaik. Perusahaan
pertama-tama harus mengevaluasi potensi laba masing-masing segmen, di mana
merupakan fungsi segmen ukuran dan pertumbuhan, segmen daya tarik struktural,
serta tujuan dan sumber daya perusahaan. Kemudian perusahaan harus memutuskan
berapa banyak segmen yang akan dilayani. Perusahaan dapat mengabaikan
perbedaan-perbedaan segmen (pemasaran yang tidak terdiferensiasi),
mengembangkan penawaran pasar yang berbeda untuk beberapa segmen (pasar yang
terdiferensiasi), atau mengejar satu atau beberapa segmen pasar (pemasaran yang
terpusat). Dalam memilih segmen sasaran, pemasar harus mempertimbangkan
hubungan timbal balik dan rencana penyerangan segmen yang potensial.
Jika kita melihat
posisi dari beberapa tahun terakhir bahwa perbankan syari’ah telah menjadi
perbankan yang berfungsi sebagai intermediasi bagi usaha-usaha riil. Prospek
tersebut bisa berjalan jika didukung beberapa faktor mikro dan makro yang dapat
mempercepat pengembangan perbankan syari’ah.
Dengan disahkannya
UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah maka dapat memperkokoh posisi
perbankan syari’ah. Kemudian dengan didukung dengan fatwa MUI mengenai beberapa
produk akad juga memperkuat posisi perbankan syari’ah. Dengan dikeluarkannya
fatwa haram bunga bank oleh MUI maka akan merubah paradigma masyarakat dan akan
meningkatkan jumlah nasabah bank syariah. Sementara itu Bank Indonesia selaku
otoritas moneter harus lebih memberi keleluasaan kepada perbankan syari’ah agar
dapat terjangkau di seluruh Indonesia.
G. Kesimpulan
Seiring dengan
perkembangan perbankan syari’ah kedepan diharapkan dapat membantu meningkatkan
perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Perbankan
syari’ah sebagai sarana intermediasi dibidang investasi dan bisnis harus
menciptakan pengaruh yang positif bagi pengembangan dunia usaha.
Dari posisi yang
dimiliki oleh perbankan syari’ah saat ini membuat peranan perbankan syari’ah
dalam pembangunan ekonomi Nasional semakin diperlukan dikarenakan untuk :
menjadi perekat Nasionalisme baru. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi
secara transparan. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Mendorong
pemerataan pendapatan. Dan uswatun hasanah implementasi moral dalam
penyelenggaraan usaha perbankan.
Ada beberapa
strategi yang dapat diterapkan oleh perbankan syari’ah dalam memajukan industri
perbankan :
Strategi
pertama yang harus ditempuh bank syari’ah adalah komunikasi eksternal baik
dalam rangka edukasi prinsip syari’ah maupun produk-produk yang ditawarkan.
Strategi kedua adalah menciptakan efisiensi melalui inovasi produk dan inovasi
proses. Strategi berikutnya adalah megembangkan budaya syari’ah sebagai salah satu
usaha menuju good corporate governance.
H. Daftar
Pustaka
Al Arif, M. Nur
Riyanto, dasar-dasar Pemasaran Perbankan Syari’ah, Bandung : Alfabeta, 2010.
Kotler, Philip, Manajemen
Pemasaran, Jakarta: Salemba Empat, 1994.
[1]
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Jakarta: Salemba Empat, 1994,
hal 8
[2]
Ibid, hal 8
[3]
Philip Kotler dan AB. Santoso, Manajemen Pemasaran di Indonesia, Jakarta
: Salemba Empat, 2000, hal. 7
[4]
M. Nur Riyanto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Perbankan Syari’ah,
Bandung : Alfabeta, 2010, hal. 20
[5]
M. Nur Riyanto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Perbankan Syari’ah,
Bandung : Alfabeta, 2010, hal. 22
[6]
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, hal. 15
[7]
Djaslim saladin, Dasar-dasar Pemasaran Bank, Bandung : Linda Karya,
2003, hal. 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar