Senin, 24 Maret 2014

Eksistensi Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Setelah Satu Abad

Setelah lama didirikan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo saat ini sudah mencapai usia 100 tahun lamanya. Sampai saat ini Pesantren Sukorejo mampu berdiri kokoh ditengah – tengah badai dimana kebebasan menjadi harapan dan keinginan. Arus globalisasi, pergaulan bebas, kenakalan remaja semakin muncul kepermukaan di tanah air Indonesia. Dampak kemajuan tekhnologi kian kerap disalah gunakan. Pesantren sukorejo, dalam aktualisasinya benar – benar mengantisipasi masuknya era tersebut, demi mewujudkan visi dan misi mulia pesantren “melahirkan generasi muslim khaira ummah”. Dalam artian bukan berarti dunia pesantren buta terhadap perkembangan dunia luar atau tidak memahami kemajuan tekhnologi. Akan tetapi pesantren lebih mengutamakan dan mematangkan disiplin ilmu yang menjadi tujuan utama yaitu tafaqquh fiddin. Yang juga tetap dalam pengembangannya menjadikan Pesantren Sukorejo berbasis iman, ilmu dan tekhnologi.
Berbagai upaya terus ditingkatkan, demi membentengi pesantren agar tetap kokoh dalam melaksanakan amanah – amanah Allah SWT. Salah satunya dengan memperkuat aturan dan sistem – sistem yang selama ini digariskan oleh masyayikh pendiri dan pengasuh pendahulunya. Meski sebagia masyarakat sekitar maupun nusantara beranggapan dan menginginkan putra – putrinya ‘yang terpenting berada di Pesantren’ tetapi Pesantren Salafiyah Syafi’iyah mampu untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran serta menambah kuantitas sarana dan prasarana. Sehingga tetap mampu melahirkan berbagai fungsi dan manfaat bagi masyarakat dan kehidupan berbangsa, bernegara. Dengan menjadikan sebuah komitmen bahwa Pondok Pesantren ini bisa meningkatkan diri dan mampu menghadapi berbagai tantangan zaman kekinian. Pesantren menjadi benteng terakhir untuk tetap mendidik dan menanamkan nilai – nilai agama secara komprehensif.
Hingga Salafiyah Syafi’iyah telah menelurkan hasil i’tikadnya selama ini yaitu mencetak kiai – kiai muda dan sarjana – sarjana yang kini mengabdikan diri untuk kepentingan agama dan bangsa Indonesia. Dengan demikian Pondok Pesantren Sukorejo telah memposisikan diri sebagai pusat pendidikan dan pengajaran baik di bidang umum lebih – lebih bidang agama, bagi masyarakat sekelilingnya sampai pula di pelosok Nusantara.
Berkat rahmat Allah SWT. Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo berada dalam capaian yang luar biasa. Sampai saat ini, pesantren yang telah berdiri pada tahun 1914 – 2014 mampu mempertahankan nama kebesarannya ‘Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo’ dirasa perlu memperingati 100 tahun berdirinya Pondok Pesantren yang dikenal dengan peringatan satu abad. Tak ayal dalam hal ini pengasuh telah membentuk kepanitiaan perayaan satu abad pesantren genap dua tahun sebelumnya. Sebagai bentuk evaluasi dan penyempurnaan kegiatan – kegiatan dengan memperhatikan perkembangan dan kebutuhan. Dengan terbentuknya kepanitian, pengasuh menginginkan perayaan satu abad pesantren selain meriah, juga sebagai bentuk syiar islam dan syiar pondok pesantren dalam peranannya mendidik anak – anak bangsa yang mempunyai nilai al Akrom, al Sholih, al Uswah al Hasanah (keteladanan), al Zuhd, al Kifah al Mudawamah (daya juang), al I’timad ala al Nafs (kemandirian), dengan segala dimensi maknanya. Sekaligus mengenang perjuangan pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren dari masa ke masa. Baik peranannya pada masyarakat, agama dan bangsa Indonesia.
Bagi pesantren sendiri, perayaan ini sebagai bentuk evaluasi untuk tetap mempertahankan identitas yang telah disematkan oleh masyayikh terdahulu. Juga sebagai pola pengembangan pesantren sesuai dengan tuntutan zaman. Dan selanjutnya pada taraf peningkatan terhadap system, keilmuan, dan kualitas Pondok Pesantren. Yang mampu bersaing pada taraf nasional atau bahkan internasional.
Tanda pembukaan perayaan satu abadpun didaulatkan. Bunyian shirine tiga kali dilengkingkan. Hal ini membuat para hadirin bertepuk tangan sebagai ungkapan rasa bangga. Yang pertama, karena kegiatan – kegiatan perayaan satu abad sudah dimulai. Kedua, karena pengasuh pesantren secara langsung bisa menekan shirine tanda perayaan 100 tahun Pondok Pesantren dibuka. Dan sesaat itu pula, lantunan shalawat terdengar menghiasi suasana pembukaan kegiatan satu abad Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah. Yang merupakan sebagai rasa syukur dan ungkapan rasa gembira, bahagia melumat menjadi satu, dalam benak dan hati para hadirin. Allahumma Shalli ala Sayyidina Muhammad, mudah – mudahan pembukaan satu abad pesantren yang dibarengkan dengan kegiatan/perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. mendapat berkah dari Allah SWT. Bismillahi Yamsyi ‘ala Barakatillah.
         Seyogyanya dalam momen satu abad pondok pesantren, momentum yang tak selalu hadir setiap tahun, seharusnya dan sepantasnya dimeriahkan tanpa keseganan. Sebagai wujud pondok pesantren, tidak hanya dikenal oleh masyarakat sekitar tetapi dikenal ke relung – relung hati Nusantara. Selain itu, sebagai bentuk pengokohan eksistensi Pondok Pesantren Sukorejo yang  telah sampai digerbang satu abad. Sebuah penunjukan bahwa Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo mampu mewujudkan cita – cita Rasulullah SAW. dan juga mampu memenuhi amanah Alah SWT. Dan yang terpenting satu abad Pondok Pesantren Sukorejo sebagai spesialisasi untuk mengenang, meneladani dan mengamalkan jasa – jasa pendiri dan pengasuh pesantren kepada masyarakat, nusa dan bangsa terlebih kepada agama.

Selasa, 04 Maret 2014

Menebar Kebaikan

Benar, lingkungan sangat berpengaruh terhadap mindset, sikap bahkan berpengaruh pada kehidupan seseorang. Seseorang yang mempunyai kebebasan ia tampak cerdas dalam bersikap, peka dalam merasa, kaya akan pengalaman dan perspektif. Coba saja kita lihat dan cermati, mereka semua tampak merasa sepeti itu. Mereka tanpa malu – malu mereaksikan keinginannya, kreatif dan komunikatif. Sayapun merasakan hal itu ada pada diri mereka masing - masing. Sebuah Sikap luar biasa, yang tak semua orang bisa bersikap sepertinya. Mereka mampu bersikap dan melakukannya dengan sejuta pengalaman yang mereka dapatkan. Yang orang lain masih tidak mampu merasakan seperti yang mereka rasakan lebih dulu. Namun, terkadang seseorang mampu dalam melakukannya tapi ia tak mampu membuat orang lain kagum dan membelalakkan matanya. Lalu kesempatan – kesempatan yang sepertinya itu hilang.
Saat saya beraktifitas setiap hari, bisa dipastikan melewati jalan dimana seorang pengemis berdiam diri dengan penuh harapan. Harapan untuk dikasihani dan diringankan beban hidupnya. Meski beberapa kali saya melihatnya, hati ini tak pernah tergugah untuk juga memenuhi harapannya. Karena menurut faktanya, pengemis itu termasuk orang yang berada.  Dan masih mampu memenuhi kebutuhan hidupnya meski tidak dengan cara seperti itu. Dan masih banyak kecukupan lainnya yang juga menyertainya. Meski seperti itu, Sayapun biasa melihat pengemis itu tidak sedikit orang yang berbelas kasih padanya, dari kalangan orang yang berlebih dalam kesehariannya.
Di lain waktu, saya tidak biasa berjalan dengan seorang anak yang usianya terlampau jauh dibawah saya, berusia sekitar sembilan tahun. Seusianya sekarang ia memiliki kebebasan sejak ia masih baru merasakan bangku sekolah ditingkatannya, sekitar enam tahun yang lalu. Saat-saat ia baru merasakan indahnya masa anak-anak. Namun, ia sudah berani mengekspresikan perbuatannya tanpa rasa segan sedikitpun. Dengan lugas ia menceritakan masa-masa keseharian masa lalunya, sebelum dirinya bersamaku saat ini. Dalam kesehariannya ia merasakan kebebasan dengan sahabat-sahabat sejawatnya. Dan bisa dipastikan, kebebasan dunia luarlah yang membentuk sifat, watak dan perilakunya seperti saat ini.
Dengan serius dia memamerkan masa lalunya, sambil berlalu saya dan anak itu sampai juga di jalan yang memang sering saya lalui. Di jalan itu, tidak ada perbedaan dengan sebelumnya. Seorang pengemis masih terlihat sebagaimana biasa, duduk sambil menjulurkan tangannya dengan penuh harapan. Sesaat setelah berada di hadapan pengemis, anak kecil itu tak segan-segan merogoh sakunya dan seketika itu pula ia menjulurkan selembar kebaikan untuk pengemis. Spontan anak kecil itu mendapat pujian dan doa dari sang pengemis. Bersama dengan senyumnya iapun menganggukkan kepalanya, isyarah menerima pujian dan doa dari sang pengemis. Sambil berlalu dia melanjutkan curhatnya pada seseorang yang berada disampingnya, tidak lain adalah saya yang dimaksud. Anak itu dengan sangat cuek terhadap kejadian tadi menceritakan kenakalannya, kebebasannya dan berbagai pengalaman hidup yang dilaluinya.  
 Sejenak saya berfikir anak sekecil itu mampu merasakan terhadap kehidupan orang lain. Padahal saya setiap hari lalu lalang di hadapannya tak pernah menjulurkan sesuatu buat pengemis itu. Tetapi sahabat kecil itu mampu memberikan kebaikan kepada orang lain. Tidak sedikit orang yang berada melihatnya terperangah dan kagum atas sikap besarnya. Sungguh luar biasa temen kecil itu mampu memberikan inspirasi buat orang lain agar selalu memberi suatu kebaikan.
Saya melihat, mungkin tak seberapa yang ia berikan kepada pengemis itu. Tapi perbuatannya merupakan cerminan kebaikan yang ia berikan kepada orang lain. Yang terlihat sangat membutuhkan pertolongan dan belas kasih orang lain. Perbuatan yang sepertinya mungkin orang lain sangat mampu melakukannya. Tapi sedikit sekali orang yang mampu merasakan kepekaan terhadap penderitaan orang lain sehingga mampu memberikan kebaikan pula pada orang lain.
Banyak sekali orang yang mampu memberikan sesuatu kepada orang lain, atau bahkan melebihinya. Tapi sangat sedikit seseorang dari kita untuk menggunakan kesempatan itu untuk menabur kebaikan, buat kita dan orang lain. Mereka kebanyakan tidak mampu melihat kesempatan untuk berbuat baik dan mencapai kebaikan Tuhan.
Dan masing-masing orang beroleh derajat sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tiada lalai akan apa yang mereka lakukan. Al An’am.132
Sebuah butiran mutiara mengatakan, berbuat baik itu laksana wewangian yang tidak hanya mendatangkan manfaat bagi pemakainya. Tetapi juga orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan manfaat psikologis dari kebajikan itu terasa. Saya berfikir dan menyimpulkan memang benar-benar benar inilah sebabnya orang yang gemar menabur benih-benih kebaikan hidupnya lebih bahagia. Dan saat ini saya merasakan hal itu.
Mudah-mudahan keridhaan dan fadhal Allah selalu kita dapatkan. Seteguk air yang diberikan seorang pelacur kepada seekor anjing yang kehausan dapat membuahkan surga baginya, yang konon luasnya seluas langit dan bumi. Kisah ini adalah bukti bahwa Allah SWT. Maha ghafururrahim dan mencintai orang-orang yang selalu berbuat kebaikan.
Maka barang siapa melakukan kebaikan seberat zarrah, ia pasti akan melihatnya. Al Zilzal.7

Rabu, 19 Februari 2014

Perspektif Madzhab Sunni dan Konsep KHI Tentang Makna “Walad” dalam Al - Qur’an Surat an Nisa’ 176

A.    Pendahuluan
       Perbedaan – perbedaan dalam menafsiri ayat – ayat al-Qur’an memang rentan terjadi, sejak al-Qur’an diwahyukan. Pewahyuan al-Qur’an diturunkan dalam konteks global. Di dalamnya terkandung ajaran yang dibutuhkan manusia untuk mengatur totalitas kehidupan manusia. Keberadaan al-Quran sebagai petunjuk abadi yang menyeluruh (universal) dalam menetapkan hukum suatu masalah. Dalam realitanya al-Qur’an senantiasa memperhatikan kondisi sosial yang berkembang dalam masyarakat.
       Adalah sangat logis bila dalam suatu masalah al-Qur’an yang berbicara dalam konteks global kemudian dipahami dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing – masing. Termasuk pemahaman yang ditorehkan oleh Ibnu Mas’ud yang kemudian diabadikan dalam karangan kitab oleh Madzhab Sunni dan hukum yang dicetuskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang disarikan dari riwayat Ibnu Abbas. Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas, Keduanya mempuanyai penafsiran yang berbeda – beda sesuai dengan pemahaman dan korenah yang dipeganginya. Karenanya pemahaman atasnya haruslah sejalan dengan prinsip – prinsip dan metode – metode penetapan hukum yang sekiranya diterima dimasyarakat.

B.     Hakikat Ma’na
       Makna hakiki lafadz “walad” dalam Bahasa Arab yang sah secara Syar’i artinya adalah anak. Khusus untuk anak laki – laki menggunakan lafadz “ibn” dan untuk perempuan menggunakan lafadz “bint”. Apabila lafadz “walad” digunakan dengan pengertian anak, maka yang dimaksud adalah anak laki – laki dan perempuan. Hal ini dibuktikan dengan tidak terdapatnya kata “walad” dalam bentuk muannast. Demikianlah konsep “walad” yang dipahami secara hakikat syar’i dalam isyarah al-Qur’an.
        Dalam memahami kata “walad” yang disebut dua kali dalam surah an Nisa’ 176, nampaknya ulama’ tidak sepakat, sehingga berpengaruh terhadap konsep kalalah yang berkaitan erat dengan makna “walad”. Dalam ayat tersebut kalalah adalah pewaris yang tidak meninggalkan “walad” yang berarti memberi kesempatan pada “saudaranya” berhak menerima warist. Dengan demikian, keberadaan “walad” disini menyebabkan “saudara” mahjub dalam hal warisan.
Perbedaan inilah yang mendasari timbulnya pertanyaan. Mengapa ditempat lain dalam al Qur’an para ulama’ sepakat dalam memahami kata “walad”, sedangkan dalam ayat 176 surah an Nisa’ mereka berbeda pendapat.

C.     Perspektif – Perspektif Hukum
          Pendapat Jumhur Ulama’ (Madzhab Sunni) menyebutkan bahwa “walad” disini berarti “anak laki – laki” saja. Dengan demikian, “anak perempuan” tidaklah menghijab kesempatan saudara – saudaranya untuk mendapatkan warisan. Karena keberadaannya tidak mempengaruhi arti kalalah. Hal ini diakibatkan karena dua hal. Pertama, memahami secara urfi (adat / kebiaasaan) yang berarti laki – laki bukanlah anak perempuan, meski dalam hakikat syar’i bermakna anak laki – laki dan anak perempuan. Artinya mereka memahami kata “walad” sesuai dengan arti kalalah yang telah dikenal selama ini. Kedua, mereka membatasi makna “walad” dalam ayat ini dengan anak laki – laki saja berdasarkan hadist kalalah riwayat Ibnu Mas’ud yang menyimpulkan demikian. Yaitu “anak perempuan” tidak masuk dalam bingkai lafadz “walad” pada ayat kalalah surah an Nisa’ 176.
Hal itu berbeda dengan konsep yang tercantum dalam KHI, bahwa memahami lafad “walad” itu sendiri secara konsisten dan sesuai dengan hakikat syar’i. Konsep KHI merupakan implementasi dari pemahaman Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa walad dalam an Nisa’ 176 tidak membeda – bedakan antara anak laki – laki dan anak perempuan. Dengan demikian, pemahaman ini sesuai dengan petunjuk ayat al-Qur’an itu sendiri. Tidak memahami konsep kalalah dari pengertian luas dalam al-Qur’an. Berlaku sebagaimana makna lafad walad yang terkandung dalam ayat lain. Dengan arti bahwa kalalah adalah pewaris yang tidak meninggalkan walad; baik laki – laki maupun perempuan. Berdasarkan konsep ini anak perempuan sama dengan anak laki – laki di dalam menghijabnya walad terhadap saudara di dalam hak warisan.

D.    Kesimpulan
       Dalil dan hujjah yang ditawarkan oleh Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas sama-sama mempuanyai kekuatan dan tidak saling melemahkan. Namun meski demikian, sebagaimana dalam kaidah fiqih; al Ijtihadu la Yungqodu bil Ijtihad. Sehingga dalam kelanjutannya seseorang tidak diperkenankan untuk menyalahkan dan beranggapan bahwa pilihannya adalah yang paling benar. Sehingga secara garis besar dari masing-masing hujjah mereka mempunyai konsekuensi hukum yang berbeda.
         Jika pendapat pertama mengartikan bahwa yang dimaksud ‘walad’ adalah tertentu kepada ‘anak laki-laki’ maka dengan sendirinya keberadaan ‘anak perempuan’ tidak bisa menghijab ‘saudara’ untuk mendapatkan waris. Sedangkan menurut pendapat kedua mengartikan ketidakmungkinan ‘saudara’ untuk mendapatkan warist apabila pewaris meninggalkan ‘walad’ yang dimaksud adalah anak laki-laki dan anak perempuan.

Jumat, 14 Februari 2014

Bukti Cinta Kasih Allah Subhanahu wa Ta’ala


Jika Allah menghendaki kebaikan Ia akan membalas kesalahan dan dosa-dosa hambanya di dunia, sedangkan jika tidak, Allah akan mengumpulkannya kelak di Akhirat. al Hadist.

Tidak semua yang diberikan Allah SWT pada kita adalah nikmat. Terkadang Allah juga memberikan musibah kepada kita. Tapi bukan berarti kita tidak mensyukuri atas pemberian Allah. Positif thingking lah atas semua pemberian Allah SWT akan ada hikmahnya. Yakinlah akan hal itu.
Sungguh unik perkara orang mukmin itu. Semua perkaranya adalah baik. Jika mendapat kebaikan (nikmat) ia bersyukur. Maka itu menjadi sebuah kebaikan baginya. Dan jika ditimpa musibah ia bersabar. Maka itu juga menjadi sebuah kebaikan baginya. Al Hadist.
Nikmat memang sudah sering kali Allah berikan dan selalu kita syukuri.  Sebagai ungkapan terimakasih dan etika kita kepada Allah SWT. Dan agar kita juga merasa menghargai terhadap pemberian Allah SWT meski Allah sama sekali tidak pernah mengharap itu semua. Allah qiyamuhu bi nafsihi, dan tidak mungkin Allah bersifatan ihtiyajuhu bi nafsihi. Tapi patutlah berkewajiban bagi kita untuk mensyukuri atas segala nikmat pemberian Allah SWT. Bukan hanya sebatas ungkapan kata-kata (bil lisan) tetapi ungkapan jawarih (bil hal) juga harus memuji dan mensyukuri atas nikmat pemberian Allah. Bersyukur yang tepat adalah menggunakan semua nikmat yang diberikan oleh Allah dijalan yang di ridhai-Nya (hanya untuk beribadah kepada-Nya).
Berbeda dengan nikmat adalah musibah dari Allah SWT. Inilah kadangkala kebanyakan dari kita tidak mengerti dengan rencana Allah SWT. Musibah sakit bukanlah pemberian Allah yang mengartikan benar-benar sebuah musibah. Atau justru itu merupakan tanda cinta kasih Allah kepada kita, hambanya.
Sesungguhnya Allah bila menyukai seorang di antara kalian, maka Allah akan menurunkan cobaan kepadanya. Al Hadist.
Tetapi banyak hal yang diselipkan oleh Allah dari rasa sakit pada diri kita.
Kamu tidak mengetahui barangkali Allah SWT. mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru. At Thalak.1
Para Nabi, ‘orang-orang terbaik setelah mereka’ juga diberi cobaan dan musibah untuk meningkatkan derajat mereka, hal ini merupakan bagian dari tanda cinta kasih Allah pada mereka, hamba-hamba pilihan.
Seseorang yang setiap hari beraktifitas dan melakukan ibadah sosial sehingga ia tak sempat untuk berlama-lama istirahat karena amanah dan tanggungjawabnya. Disitulah rencana Allah memberikan hikmah dibalik itu semua. Memberi rasa sakit agar sedikit lebih banyak istirahat, untuk pikirannya, jiwa dan tubuhnya. Kesemuanya butuh sebuah balances. Termasuk juga untuk menguatkan hati menghancurkan rasa ujub, mengubur rasa sombong, menarik empati sesama, sebuah peringatan dini dan menjaga hati untuk bersabar. Satu hal lagi, selain menyimpan makna sehat adalah nikmat terbesar kedua setelah iman dan taqwa, Musibah sakit akan memotivasi seseorang untuk selalu berbuat lebih baik. Memperbaiki kekurangan dan kesalahan-kesalahan sebelumnya. Dan sangat luar biasa, jikalah yang kebanyakan dari kita beranggapan musibah sakit diartikan hanya sebagai musibah/penderitaan semata, akan tetapi Allah menjadikan sebagai penebus dosa atas kesalahan dan dosa-dosa yang telah kita lakukan. Bukankah itu sebuah fadhal dan nikmat dari Allah ?. tidak sedikit qorinah yang menunjukkan sebagai ujian untuk mengangkat derajat seseorang.
Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal shaleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar. Hud.11
Sebuah pahala yang dijanjikan oleh Allah bagi orang yang mampu melewati masa-masa yang menjadi pilihan baginya. Dan Allah tidak pernah “menutup mata” atas semua kejadian / keruwetan yang terjadi di dunia ini. Allah SWT sudah mengatur segalanya, termasuk kadar kemampuan seseorang mendapatkan ujian, cobaan, amanah, tanggungjawab, bahkan nikmat dan musibah dari Allah SWT.
Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya. Al Baqarah.287
Dan saya sadar bahwa rasa yang saat ini saya rasakan adalah sanksi, balasan atau akibat dari kesalahan dan dosa yang selama ini diperbuat. Bukanlah suatu kebencian dari Tuhan untuk saya, hambamu ini, Allah. Takkan pernah ada kedhaliman pada dzat Allah SWT.
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. Yunus.44
Saya sadar berbagai dosa yang dilakukan telah menyakiti orang-orang disekitar. Orang-orang terdekat sekalipun. Dan tak kan pernah ada keluhan sedikitpun yang terhembus akibat dari cela yang telah diperbuat. Bersabar dan menerima atas rasa yang saat ini saya rasakan adalah lebih baik. Mungkin dengan seperti sekarang inilah Allah memberikan maghfirah Nya dan melebur segala dosa dan kesalahan-kesalahan menjadi pahala yang dijanjikannya. Dan setelah semua ini berlalu, ikrar akan menjadi pilihan untuk menjadi lebih baik. Memperbaiki segala kekurangan dan kesalahan menjadi kebaikan yang merajut fadhal dan cinta kasih dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.